IQNA

Muslim Rohingya Menggugat Facebook dengan Tuduhan Ujaran Kebencian

11:10 - December 08, 2021
Berita ID: 3476127
TEHERAN (IQNA) - Muslim Rohingya telah mengajukan gugatan terhadap Facebook di Amerika Serikat karena ujaran kebencian dan menghasut perselisihan etnis.

“Facebook telah berulang kali dituduh oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia tidak berbuat cukup untuk menghentikan kebencian elstremis Buddhis terhadap Muslim Myanmar. Bertentangan dengan klaim dukungannya untuk kelompok etnis dan agama minoritas, Facebook tidak melakukan upaya efektif untuk menghapus ujaran kebencian dan kekerasan di Myanmar, yang telah menyebabkan genosida Muslim Rohingya dan deportasi hampir satu juta orang ke Bangladesh,” menurut IQNA, mengutip France24.

Organisasi Rohingya kini telah menggugat Facebook di pengadilan California karena memberikan informasi yang salah dan memublikasikan pemikiran rasis dan kekerasan. Muslim Rohingya menuntut ganti rugi sebesar $150 miliar.

Gugatan tersebut berpendapat bahwa algoritma Facebook mengarahkan pengguna kekerasan untuk bergabung dengan kelompok yang lebih ekstremis, situasi yang disukai oleh politisi eksploitatif dan rezim otoriter.

Seorang peneliti vokal, Frances Haugen, mengatakan kepada Kongres AS pada bulan Oktober bahwa Facebook memicu kekerasan etnis di beberapa negara.

Dokumen pengadilan menyatakan: “Facebook seperti robot yang diprogram dengan misi unik: yakni pertumbuhan. Fakta yang tak terbantahkan adalah bahwa pertumbuhan Facebook, yang didorong oleh kebencian, perpecahan, dan misinformasi, telah menghancurkan kehidupan ratusan ribu orang Rohingya.”

Kelompok etnis yang mayoritas Muslim menghadapi diskriminasi yang meluas di Myanmar, di mana mereka dihina sebagai pengganggu meskipun beberapa generasi telah tinggal di negara itu.

Ratusan ribu orang Rohingya dideportasi ke Bangladesh pada tahun 2017 setelah serangan militer yang didukung Myanmar yang menurut PBB telah menyebabkan genosida yang meluas dan telah hidup dalam kondisi yang buruk di kamp-kamp pengungsi sejak saat itu.

Masih banyak orang yang tetap tinggal di Myanmar dan tidak memiliki kewarganegaraan yang menjadi sasaran kekerasan massal serta diskriminasi resmi oleh pemerintah militer yang berkuasa. (HRY)

 

4019056

captcha