IQNA

Seminar Kajian:

Ayat Apa yang Dirujuk Taliban untuk Melarang Pendidikan Anak Perempuan?

15:10 - March 02, 2023
Berita ID: 3478086
TEHERAN (IQNA) - Para ahli dalam pertemuan “Kritik dan Kajian dalil pelarangan pendidikan perempuan oleh Taliban Afganistan” menyatakan bahwa penafsiran Taliban terhadap ayat-ayat Alquran ke arah pelarangan pendidikan perempuan adalah penafsiran yang sewenang-wenang dan tidak memiliki dasar yang benar.

Menurut IQNA, pertemuan "Kritik dan Kajian dalil pelarangan pendidikan perempuan oleh Taliban Afghanistan" itu digelar hari Rabu, 1 Maret.

Hujjatul Islam wal Muslimin Zamin Ali Habibi, seorang peneliti agama, berbicara pada pertemuan ini dan berkata: "Taliban mengatakan bahwa dalam Islam, perempuan meninggalkan rumah untuk shalat berjamaah di masjid juga makruh. Jadi ketika Islam tidak ridha perempuan pergi ke masjid untuk shalat berjamaah, jadi sudah pastinya tidak akan ridha perempuan keluar rumah untuk belajar. Mengenai sudut pandang Taliban ini, saya berpendapat bahwa fikih Taliban adalah fikih yang berorientasi pada taklif yang mewajibkan masyarakat umum, terutama perempuan, untuk tinggal di rumah; sekarang, kita harus menganggap pendidikan sebagai hak, bukan taklif. Itu berarti mengubah pandangan kita dari berorientasi taklif menjadi orientasi hak.

Ia melanjutkan, jika kita mengacu pada ajaran agama, Alquran dan Hadis Nabi Muhammad saw dan Maksumin, kita menyadari bahwa ajaran agama memandang pendidikan sebagai hak dan di atas itu sebagai kewajiban bagi seluruh umat manusia. Disebutkan dalam Alquran, Allah berfirman:

أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ ۗ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ ۗ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ

“(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS. Az-Zumar: 9) Di sini, gender bukanlah syarat dan tidak dikatakan bahwa laki-laki berilmu memiliki keutamaan yang lebih tinggi. Oleh karena itu, kriteria nilai Islam adalah ilmu, dan ilmu ini tidak tergantung pada gender.

Habibi mengingatkan, dalam banyak ayat lain ditegaskan bahwa pendidikan adalah hak laki-laki dan perempuan, agar perempuan dapat berperan dalam pembangunan masyarakat dan menjaga hijabnya. Dalam banyak hadis, telah diriwayatkan dari Nabi Muhammad saw bahwa pendidikan adalah untuk laki-laki dan perempuan, dan penekanan Nabi (saw) meliputi pengetahuan di semua jenjang.

“Mengingat perempuan merupakan setengah dari populasi dunia saat ini dan perempuan dapat efektif dalam pembangunan dan kemajuan masyarakat, setara dengan laki-laki dan bahkan lebih baik dari mereka, maka perempuan tidak dapat dikurung di rumah. Masyarakat yang ingin maju harus menggunakan kemampuan manusiawi perempuan. Disebutkan di ayat lain:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl: 97) Di sini pun kriterianya adalah amal saleh, dan salah satu amal saleh adalah berperan dalam kemajuan masyarakat.

Habibi melanjutkan, dikatakan di ayat lain, Allah swt telah berfirman:

إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu', laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar”. (QS. Al-Ahzab: 35) Dalam semua ayat tersebut, perempuan dan laki-laki disejajarkan satu sama lain. Artinya Allah telah memberikan hak dan kewajiban yang sama kepada perempuan seperti yang diberikan kepada laki-laki.

Hujjatul Islam wal Muslimin Mohammad Javad Asghari, seorang peneliti agama dan Alquran, juga mengatakan: “Saya membahas masalah ini, apakah pelarangan pendidikan perempuan oleh Taliban memiliki dasar intelektual dan dokumen Syariah atau apakah itu sebuah keputusan politik? Menurut apa yang kami peroleh dari sumber-sumber yang tersedia dari Taliban, sebuah buku seperti "Imarah Islam" adalah manifesto dari Taliban, di mana masalah pendidikan perempuan disebutkan. Di sana dikatakan bahwa tidak ada keraguan tentang izin perempuan untuk belajar, tetapi berdasarkan hukum-hukum tsanawi, mereka dapat ditangguhkan dari pekerjaan ini untuk sementara waktu.

Dia melanjutkan, tentu saja, tentang pencampuran laki-laki dan perempuan dalam pendidikan, mereka menganggapnya haram dan dia mengatakan bahwa ada dalil-dalil yang pasti untuk keharamannya. Antara lain, mereka merujuk pada sebuah ayat dari Alquran dimana Allah berfirman;

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ

“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu” (QS. Al-Ahzab: 33) Artinya, Alquran memerintahkan istri-istri Nabi untuk tinggal di rumah mereka karena ada bahaya di luar. Mereka menyimpulkan dari ayat ini bahwa untuk menjaga martabat perempuan, perempuan tidak boleh meninggalkan rumah untuk belajar.

Hujjatul Islam Asghari menekankan, jawaban yang harus diberikan adalah bahwa ayat ini dan ayat-ayat selanjutnya khusus untuk istri-istri Nabi (saw) dan tidak boleh diberlakukan untuk perempuan lain. Syekh Mufid dan Allamah Thabathabai juga menegaskan bahwa ayat tersebut berkaitan dengan istri-istri Nabi. Syahid Mutahhari memiliki analisis yang menarik dan mengatakan bahwa Allah swt membuat perbedaan antara istri Nabi dan perempuan lainnya, sehingga dia menyimpulkan bahwa pernyataan ini lebih memiliki aspek politik dan sosial sehingga mereka yang disebut "ibu orang mukmin" tidak akan disalahgunakan untuk cerita dan bahkan setelah Nabi (saw) mereka tidak memiliki hak untuk menikah. Oleh karena itu, ayat ini tidak dapat dijadikan dalil untuk melarang pendidikan perempuan.

Seorang staf pengajar Universitas mazhab Islam menegaskan, “Pendidikan memiliki dua pilar, yaitu belajar dan mengajar, dan disebutkan dalam hadis shahih Nabi (saw) bahwa tidak ada pengecualian gender, bahwa hanya laki-laki atau perempuan saja yang boleh melakukan hal ini, Bahkan hal ini mengaju kepada masyarakat umum. Demikian juga, pelarangan pendidikan perempuan bertentangan dengan keadilan dan kesetaraan, sedangkan Alquran menekankan keadilan dan kesetaraan”. (HRY)

 

4125275

captcha